Perbedaan Agama Israili dengan Agama-agama Purbakala Lainnya

*APAKAH ALLAH ADALAH DEWA?*

Tulisan saya yang berjudul “Apakah YHWH marah pada Pseudo-Muslim yang mengucapkan ‘assalamualaikum’?” juga dikritik oleh saudara-saudari Kristiani. Mereka bilang mana ada dalam Alkitab nama “Muhammad”? Mereka sudah buka Kidung Sulaiman 5, misalnya, tapi tak menemukan nama “Muhammad.”

Dulu, ada seorang pendeta dari Papua sahabat saya tak setuju bahwa Muhammad telah dinubuatkan dalam Alkitab. Ini tidak masalah, bila tidak meyakini. Tetapi, memang kenyataannya nama “Muhammad” ada dalam Alkitab, dan ini bisa dilihat dari beberapa perspektif. Orang-orang Kristen juga banyak yang berargumen bahwa nama “Allah” adalah nama dari dewa “Al-Lat”, dewa bulan.
***

Saya sering mencoba bertahan mendengarkan ceramah-ceramah seperti yang disampaikan Basalamah. [Saya tak selalu ingat yang mana satu]. Misalnya, dia bercerita mengenai penciptaan Adam dan Hawa. Atau, ceramah-ceramah mengenai Allah yang memiliki wajah, dan tangan. Saya benar-benar ingin tahu mengapa generasi muda dan bahkan ada kawan-kawan generasi saya yang dikader HMI justru tertarik dengan ajaran Basalamah-Basalamah ini.

Tetapi, saya hampir selalu tidak tahan melanjutkan menyimak mereka. Lebih baik menghabiskan waktu untuk membaca bahan-bahan bacaan lain yang lebih berkualitas. Sambil merenung sombong, “Apakah serendah ini selera dan kualitas intelektual kaum Muslim hari ini – bahkan di kalangan lulusan kedokteran dan kesarjanaan lain dari kampus-kampus PTN?”
***

Suatu hari, saya secara usil berkata pada salah satu paman saya yang mengatakan tiap ia salat, ia selalu bertemu saudara kami yang telah tiada. Saya pun berkata, saya salat sepanjang waktu tidak berhenti kecuali hanya saat tidur – dan saat pingsan atau tak sadarkan diri.

Salat dilakukan oleh umat Yahudi, Kristen dan Islam dalam berbagai cara yang serupa. Bentuk lain salat ialah salawat. Apa sebenarnya fungsi salat sebagai ritus? Mencegah dari perbuatan mungkar? Mereka yang melakukan bunuh diri dengan bom untuk mencelakai manusia dan makhluk lain rajin salat. Ataukah Anda melakukan salat untuk memperoleh rida dari Allah, atau karena takut dosa, atau karena ingin pahala?
***

Ketika saya menyampaikan Muhammad adalah nabi Yahudi, tentu saja itu saya sampaikan berdasarkan tradisi keagamaan yang saya anut. Meskipun jumlah kami hanya 313 orang dari 8 milyar jiwa penduduk hari ini, kami tetap punya hak menganut keyakinan kami dan mengklaim sanad yang kami terima sebagai suatu kebenaran versi kami. Tidak dikenal dan baru didengar, bukan berarti tradisi kami adalah tradisi keagamaan yang baru, meskipun secara organisasi diperbaharui demi mengikuti tantangan zaman. – Kami hanya berusaha terus-menerus menyintas selama hampir 700 tahun.

Jika Anda ingin memberi nama anak dari bahasa Ibu Anda, biasanya Anda akan mengambil nama tersebut dari kearifan leluhur Anda. Misalnya, jika dalam kearifan leluhur Anda ada kisah mengenai Dewi Sri dan Purbasari, atau ada kata-kata sifat dan benda yang menarik: tulus, kinasih, guntur, dan asri. Maka, begitu pula ketika Aminah atau orang tuanya memberi nama kepada putranya “Ahmad”, yang merupakan variasi serumpun dengan kata-kata seperti “Hamda”. Orang-orang Jawa menyebut “Joko”, “Monggo”, dan “Maturnuwun”, orang-orang Sunda menyebut “Jaka”, “Mangga” dan “Haturnuhun”. Sesederhana ini.

“Muhammad” adalah gelar yang diberikan kepada Ahmad, juga dari kearifan mereka kala itu. Maka, tidaklah mengherankan bila dapat ditemukan dalam Kidung Agung 5:16. Ini sama seperti Anda memberi gelar kepada seseorang seperti “Yang Dipertuan Agung”, “Tuan Guru”, dll. Misalnya, “Siti” semula adalah gelar bagi perempuan dari kata “Sayyidatina”.

Jadi, dari perspektif budaya, wajar bilamana Bani Israil Oriental atau Yahudi Oriental di wilayah Nabatea [Arabia sekarang, meliputi Arab Saudi, Yordania, UEA, Qatar, Oman, dll] menggunakan nama-nama dari kearifan mereka, baik itu dari tradisi yang sudah terskripturalisasi maupun dari tradisi lisan.

Sedeqetelebeb adalah nama istri Sham ibn Nuh dalam kitab Yubileum – kitab kanon Yahudi dan Kristen Oriental. Menurut “dongeng”, Sham membangun sebuah kota yang dinamakan dengan nama istrinya tersebut. [Romantis, juga ya]. Sedeq {tzadik, sadiq, sidiq dst} adalah salah satu nama dewa bangsa Yebu, di Yerusalem. Secara umum berarti lurus, benar, adil, dst. Kata “sedekah” berasal dari kata ini. Dalam Alkitab ada banyak sekali kata “tzadik”. Ada sebagian Yahudi Ortodoks meyakini 36 orang tzadik ghaib yang selalu ada di dunia untuk membimbing kemanusiaan, berdasarkan Amsal 10:25. Pada masa wangsa Umayyah masih berkuasa, salah satu penerus Muhammad ialah Imam Jafar Sadiq – guru dari banyak ilmuwan dan fukaha Islam serta datuk para sayyid hari ini.
***

Pada tulisan sebelumnya, saya telah sampaikan bahwa agama Bani Israil [diambil dari gelar untuk Yakub], atau Abrahamic Faith, atau Musaic Religions, adalah salah satu agama dari Peradaban Mesopotamia yang berpusat pada Kisah Sinai. Itu sebabnya dalam Alkitab maupun Alquran terdapat banyak kata-kata dan nama-nama yang juga adalah nama-nama dewa Mesopotamia. Selain Sedeq, ada kata El [menjadi Eloah, Elohim, El Elion, Allahumma, dst], YHWH [Yahu], dst. Misalnya, kata “al-qaum” dalam salah satu ayat surah An-nisa adalah nama dewa pelindung, perang dan kabilah. Jadi, secara antropologi, teks tersebut bercerita mengenai Muhammad yang mengamanatkan para pria yang menjadi kepala rumah tangga agar bersikap seperti dewa Al-Qaum – dewa yang tak asing bagi orang-orang Arabia yang dikenal sebagai saudagar dan perantau dan dalam kabilah-kabilah.

Apa yang membedakan agama Bani Israil dengan agama-agama Timur Dekat seperti Levantine atau Kana’an [di wilayah Levant seperti Libanon, Irak, dan Suriah], Nabatea, Mesir, Mesopotamia, Sumeria dan Anatolia [Turki sekarang]? Sejak dulu kala bangsa-bangsa ini saling mengimpor dan mengekspor dewata mereka, mengembangkan agama-agama dari situ. Para perantau dari kekaisaran Neo-Asyur – yang ada di Suriah, Irak dan sekitarnya hari ini – menempati oase-oase di Nabatea sejak masa purbakala. Itu sebabnya, bahasa Arab yang merupakan bahasa Semit sangat dekat dengan bahasa yang digunakan orang-orang Neo-Asyur.

Sebetulnya, yang benar-benar membedakan bukanlah hanya monoteisme atau tauhid secara teologis yang berarti Tuhan yang tunggal atau Tuhan Yang Maha Esa. Ini karena banyak dari aliran-aliran dari agama-agama purbakala itu juga tak sedikit yang monoteis. Tetapi, ini dapat dipahami dari Kisah Sinai untuk memahami kisah-kisah sebelum dan sesudahnya yaitu dari Taman Eden sampai masa Muhammad:

(1) Tuhan yang maha welas asih – tak peduli siapa dan apa namanya, antromorpofis atau bukan, satu set kesatuan ilahi atau apapun Dia. Tuhan yang diyakini akan selalu mengeluarkan seseorang dari perbudakan (dehumanisasi) dan bencana (segala masalah dan tantangan kehidupan). Apapun akhirnya, saat hidup maupun mati, saat melakukan kesalahan atau tidak berdaya, Dia adalah juruselamat manusia.

(2) Tuhan yang tidak menginginkan persembahan apa pun agar seseorang diselamatkan, atau agar Dia berkenan [ridha] pada manusia yang menyembah-Nya. Dia tidak inginkan apa pun sama sekali dari manusia. Tetapi, manusia-lah yang mula-mula ciptakan persembahan, sesajen, dan berbagai cara untuk bersyukur pada-Nya.

(3) Manusia bukan budak-budak dari para tuhan atau Tuhan, yang diatur oleh Tuhan, ditentukan nasibnya oleh Tuhan, dan semacamnya. Manusia adalah citra Tuhan dan bagaikan Tuhan di muka bumi, “zilallah fil ardh” (bayang-bayang Allah di bumi), yang memiliki kehendak bebas (free will), serta segala potensi untuk menaklukkan, menguasai, mengendalikan, dan mengelola alam di muka bumi.

(4) Manusia hidup dalam konsekuensi-konsekuensi sebagai anggota masyarakat atau dalam satu kemanusiaan dan sebagai individu di alam semesta. Itu sebabnya Kisah Sinai memuat Dekalog atau Alfurqan sebagai kriteria yang benar (haq) dan yang salah (batil). Disebut Dasa Titah atau 10 Perintah Tuhan, tetapi sebenarnya adalah panduan hidup seorang penyintas kehidupan dari kearifan Israil. Seluruh kisah dalam kearifan Israil menceritakan pergumulan, jatuh bangun dan perjuangan memelihara hal-hal dalam Dekalog dan agar tetap dapat menyintas hidup dan menyelamatkan hidup mereka. Sebab itu ada kisah perang dan kekerasan.

Seluruh fikih, atau hukum, dari mulai Taurat sampai Alquran dapat diulangkaji, direvisi, dibatalkan dan diperbaharui, seperti hukum perkawinan, sanksi kejahatan, kode etik berbusana, cara sembahyang, dll.

Akan tetapi, hal-hal pokok dalam Dekalog tidak akan mungkin berubah, yaitu bahwa Tuhan maha welas asih dan juru selamat sebagaimana poin (1), Tuhan tidak perlu persembahan sebagaimana poin (2), Tuhan tak perlu dicatut atau diklaim sembarangan sebagaimana poin no (3), dan tidak boleh membunuh, mencuri, memfitnah, dan serakah, serta menghormati orang tua [kearifan leluhur yang baik] serta mengingat dan menguduskan Sabat [baca: beristirahat, atau berhenti mengeksploitasi dan melampaui batas].

Untuk memberi harapan, menuntun, menakut-nakuti mereka yang maqam-nya masih kanak-kanak, maka cerita-cerita dalam Alkitab dan Alquran serta tradisi keagamaan lain dari Bani Israil menceritakan surga, neraka, akhirat, akhir zaman, pahala dan azab, serta kebangkitan hidup kembali. Azab, ze’eb, dst sendiri bisa berarti pemulihan dan transformasi, dan bukan hukuman karena dendam. Neraka jahanam misalnya berasal dari suatu tempat bernama Gehenna, menjadi ilustrasi mengenai karma (buah perbuatan) dari orang yang melakukan kejahatan kemanusiaan. Dunia Neraka dan Surga Firdaus ada karena impor doktrin dari agama-agama Anatolia dan Indo-Eropa.

Keyakinan akan kebangkitan hidup kembali yang mulai berkembang pada masa Injil (Yohanes Pembaptis dan Yesus) dan dikukuhkan Muhammad, adalah keyakinan yang didambakan oleh leluhur manusia sejak era Gobekli Tepe dan Karahan Tepe di Anatolia, 12500 tahun lalu.
***

Orang-orang Yahudi baik Yahudi saat ini, Kristen, dan Islam yang masih percaya hal-hal terkait surga, neraka, akhirat, pahala dan azab yang “aneh-aneh” dan tak masuk akal, yang egosektarian dan semacamnya, semuanya itu karena saat agama Yahudi atau Israil ini berkembang hidup dengan tetangga-tetangga mereka yang percaya hal-hal tersebut. Termasuk keyakinan, atau doktrin, jika Allah menginginkan seseorang agar salat, puasa, misa, dibaptis, syahadat, memakai jilbab dan menutup aurat, dan segala macam ritus itu agar selamat dan atau diridai oleh Allah. Begitu pula hal-hal seperti hitungan pahala 70 kali lipat, siksa api neraka, atau azab dalam bentuk bencana alam, penyakit dan kematian.

Sebaliknya, karena poin no (1) dan no (4) itu, justru manusia dapat menyelamatkan dirinya sendiri jika mampu berbuat sebagaimana Tuhan Yang Maha Welas Asih dan juru selamat, dalam kehidupan kemanusiaannya. Itu sebabnya dalam salam mereka mengucapkan, “assalamualaikum” atau “shalomaleichem”.

Bagi orang-orang Pseudo-Islam yang melakukan bunuh diri dengan bom, Allah tak lain adalah dewa sebagaimana kepercayaan bangsa-bangsa Mesopotamia masa purba dan antik, yang menginginkan persembahan, demi dunia yang lebih baik.

Sejak dulu kala persembahan anak manusia [demi dunia yang lebih baik atau demi menebus dosa] adalah praktek agama-agama purbakala baik di India, MesoAmerika, Timur Dekat, China maupun Austronesia. Rajah bangsa-bangsa Austronesia ialah contoh keagamaan itu. Kisah Ibrahim dalam Akidah Ishak atau Idul Adha juga bukan mengenai perintah Tuhan menginginkan Ishak atau pun Ismail dipersembahkan, yang kalau dipahami begini berarti si penganut itu telah sinkretis dengan agama-agama purba itu. Saya telah sering menulis ia sebagai catatan Rite of Passage masyarakat adat ini.

Agama Israil atau Yahudi atau Islam adalah “agama modern” sejak masa purba yang berupaya untuk melakukan humanisasi – sebagaimana 4 poin ciri khas itu. Dan, inilah sebabnya pula saya tidak menjadi ateis maupun agnostik atau karena kecewa dengan Kekristenan dan Islam saya membenci agama-agama itu, serta membabi buta hanya mencintai kearifan Nusantara, tapi tak menemukan kearifan yang sesungguhnya dari Israil itu. Justru karena 4 poin itulah, saya menerima semua kearifan di dunia yang selaras dengannya.

Tentu saja, sebagai sarjana sejarah, saya katakan, mereka justru yang paling sering melakukan kegagalan dalam kemanusiaan. Kolonialisme Eropa, neo-imperialisme Barat, dan terorisme Islam, serta segala macam kejahatan kemanusiaan oleh para pemerintah Kristen, Yahudi dan Islam lewat hegemoni mereka, adalah contoh-contoh kegagalan mereka yang amat besar sepanjang sejarah.

Semua itu telah mengubah sejarah dunia, dengan jutaan korban-korban manusia dan makhluk tak berdosa. Pada masa yang sama, seluruh kekejaman manusia itu telah menjadi motivasi dan pendorong utama bagi mengubah tatanan dunia dan kemanusiaan yang lebih baik bagi bumi, beradab dan manusiawi.

Muhammad08.jpg

Rahayu dan sampurasun,
RA Gayatri WM.

Lukisan-lukisan: Muhammad SAW dan Imam Husain, serta Muhammad SAW menurut lukisan Persia. Sebagian kecil Muslim dari mazhab Islam minoritas biasa melukis dan meletakkan lukisan Muhammad di rumah dan rumah pertemuan mereka.

Leave a comment